1. Pengertian Clubbing
Clubbing merupakan
istilah prokem khas anak muda yang berarti suatu dunia malam yang bernuansa
kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metropolis
yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sasaat (Perdana, 2004). Melalui clubbing
khususnya anak muda merasa menemukan jati diri, disana mereka bisa
“berjingkrak-jingkrak” sebebasnya, meneguk alkohol dan narkoba, cekikikan
sampai pagi, lalu pulang dalam keadaan teler dan capai. Melalui clubbing mereka
bisa menemukan komunitas bergaulnya.Singkatnya clubbing adalah just having fun,
sekedar hura-hura dan membutuhkan banyak uang.
Clubbing sudah sangat
identik dengan kehidupan masyarakat metropolitan. Tidak hanya menjadi bagian
dari gaya hidup, tapi juga menjadi sarana bersosialisasi, bahkan melakukan lobi
bisnis. Dulu clubbing selalu diasosiasikan dengan musik menghentak yang dapat
membuat orang larut dalam suasana.Seiring perkembangan zaman, clubbing
mengalami banyak pergeseran karena tidak semua orang suka musik semacam
itu.Pada hakikatnya suasana yang hingar bingar bukan lagi daya tarik utama.
Banyak tempat hiburan di Jakarta meninggalkan konsep diskotek dan beralih pada
konsep Resto and lounge yang ternyata lebih menarik konsumen usia 25-35 tahun.
Kehadiran Resto and lounge yang bertebaran di Jakarta tidak berarti gulung
tikarnya beberapa tempat yang benar-benar dirancang bagi yang hobi melantai
diiringi musik seorang DJ atau Disc Jockey (www.bintang.com)
Jumlah tempat hiburan
malam terus bertambah.Kejenuhan pasar membuat tawaran konsep harus berbeda
dengan yang telah beroperasi.HL adalah salah satu tempat clubbing favorit
clubbers di Jakarta, pada malam-malam clubbers khususnya ketika discotime
dimulai pada jam 11 malam tenpat ini selalu ramai. Para pebisnis entertaiment
ini sangat pintar untuk menarik perhatian para clubbers dengan memberikan
fasilitas-fasilitas yang beragam yang menjadi trend setter bagi kalangan night
society, misalnya dengan membebaskan para wanita biaya cover charge dan
membiarkan mereka clubbing sepenuhnya agar kaum wanita yang datang membludak
dan kaum pria akan terpancing untuk datang ketempat tersebut. Selain itu dengan
memberikan free flow vodka and champagne for ladies all night (memberikan minum
vodka dan champgne untuk wanita sepanjang malam), bahkan yang lebih berani
adalah menjual program yang berbau sexy, seksual yang menjadi fokus utama
(www.popular.maj.com).
Adat dan tradisi masa
lalu benar-benar tergeser dengan adanya perkembangan dunia yang semakin
pesat.Dengan kecanggihan pengetahuan dan teknologi industrialisme.Bangsa barat
berhasil merangsak bangsa-bangsa timur (terutama yang berbaris Islam) dengan
produk-produknya yang ditumpangi oleh warna-warna budaya barat yang sangat
kontras dengan moralitas dan religiusitas bangsa timur.Misalnya dengan adanya trend
fashion yang pamer aurat, dentum musik yang merangsang kelalaian hati terhadap
Allah, ajang pergaulan bebas yang memanjakan syahwat setan hingga sarana-sarana
teknologis yang membutuhkan solidaritas sosial.Semua produk yang dipromosikan
secara massal tersebut sebenarnya merupakan bentuk baru penjajahan
neo-kolonisme. Ironisnya, kebanyakan dari kita terutama kaum clubbing sama
sekali tidak menyadari ancaman-ancaman moralitas dan martabat dari invasi
tersebut, justru memantapkan diri sebagai bagian penyembah dan budak dari
penjajahan kapitalisme tersebut yang sesuai dengan ideologi mereka just having
fun.
Berdasarkan penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa clubbing merupakan suatu kegiatan untuk datang
dan menikmati suasana, suguhan hiburan, makanan dan minuman di tempat-tempat
hiburan malam yang bernuansa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis,
konsumeristik dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan sesaat.
2. Pelaku Clubbing
Mayoritas para clubbers
adalah para generasi muda yang memiliki status sosio-ekonomi yang cukup baik.
Ini terlihat dari kebutuhan-kebutuhan material yang menopang aktivitas clubbing
yang jelas membutuhkan dana ekstra. Mulai dari pemilihan pakaian yang bermerek,
properti, kendaraan, hingga perangkat clubbing itu sendiri (Perdana.2004).
Selain itu menurut
Susanto (2001), konsumen atau para pelaku clubbing itu tidak hanya para
generasi muda yang notabennya sebagai pelajar dan mahasiswa, tetapi para
eksekutif muda, pengusaha-pengusaha sukses, bahkan ibu rumah tangga ada juga
yang menjadi para pelaku clubbing.
Berdasarkan penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa para pelaku clubbing itu mayoritas berasal dari
para generasi muda, para eksekutif muda, pengusaha-pengusaha sukses dan ibu
rumah tangga pun juga ada yang melakukan clubbing.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Clubbing
Kaum clubbers secara
logis dalam konteks ini adalah kaum plagiator yang mengimpor secara
mentah-mentah gaya hidup dunia barat kedalam kehidupan sosial mereka. Di
kalangan para clubbers, ada tiga narasi yang selalu melandasi cara pandang dan
perilakunya, yakni gaul, funcy, dan happy dimana kesemuanya berlabuh pada satu
narasi besar (grand naration) yakni gensi. Tidak jelas siapa yang mulai
melontarkan dan mempopulerkan istilah tersebut, disini Perdana (2004) dalam
bukunya yang berjudul “Dugem : ekspresi cinta, seks, dan jati diri” menjelaskan
wujud ekspresi dari ketiga narasi tersebut. Hal tersebut merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi generasi muda melakukan clubbing. Adapun
faktor-faktornya adalah :
a. “Gaul”
istilah
“gaul” berasal dari kata baku “bergaul” atau “pergaulan” yaitu sebuah sistem
sosial yang terbentuk melalui interaksi, komunikasi dan kontak sosial yang
melibatkan lebih dari satu orang. Akan tetapi dalam komunitas clubbing, istilah
“gaul” bukan lagi menjadi “media sosialisasi” untuk melengkapi fitrah
kemanusiaannya, melainkan kebanyakan telah menjadi “ajang pelampiasan hawa
nafsu”. Kebanyakan bentuk “gaul” ini justru menjadi pintu gerbang bagi lahirnya
generasi-generasi penganut seks bebas, pecandu narkoba, hingga pelacuran dan
penjahat sosial.
b. Funcy
istilah funcy secara aksiologis tanpa memperdebatkan
wacana epitemologisnya, istilah funcy selalu berlekatan dengan istilah “gaul”.
Pemaknaan funcy selalu dipertautkan dengan bentuk-bentuk eksperimentasi yang
tanpa landasan argumentasi yang jelas, sekedar mencari sensasi dan pelampiasan
emosi-emosi jiwa yang tidak terkendali. Ini bisa dilihat dari hasil
eksperimentasi mereka dalam hal kostum, kendaraan, fisik dan gaya hidup.
c. Happy
istilah happy berasal dari bahasa inggris yang
berarti bahagia, selalu bahagia. Dengan “bergaul”, berinteraksi dan membaur
dalam warna komunitas “bergaul”nya, kaum remaja merasa menemukan jati diri yang
tepat dengan selera dan jiwa mudanya daripada apa yang didapatkan dari
lingkungan keluarga. Mereka merasa menemukan kebahagiaan sejati disini yaitu
bebas berbuat apa saja, banyak teman, termasuk bebas menyalurkan gelora libido
seksualnya. Namun kebahagiaan yang mereka dapatkan adalah kebahagiaan semu.
Clubbing merupakan
salah satu gaya hidup di zaman sekarang yang merupakan hasil adopsi dari
negara-negara barat. Seseorang melakukan clubbing ada kemungkinan besar karena
terinspirasi akan kehidupan para selebritis, orang-orang terkenal, orang-orang
yang bekerja di bidang intertainmen dalam memperoleh kesenangan. Clubbing
dipandang oleh individu sebagai gaya hidup yang modern. Piliang (2006)
menyatakan bahwa individu dalam mengikuti gaya hidup modern dipengaruhi oleh
faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern merupakan
faktor yang berasal dari dalam diri individu berhubungan dengan minat dan
dorongan seseorang untuk melakukan kegiatan yang diinginkan sesuai dengan
perasaan hati.Selain itu, faktor intern individu melakukan clubbing dipengaruhi
sikap.Sikap lebih cenderung berhubungan dengan kepribadian individu dalam
menentukan suatu fenomena yang ditemui dalam kehidupannya (Piliang, 2006).
Dilanjutkan oleh
Piliang (2006) bahwa faktor ektern merupakan faktor di luar individu yang dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari.Faktor
ekstern ini dibedakan atas faktor keluarga dan faktor lingkungan sosial.Faktor
lingkungan keluarga yang kurang harmonis berdampak pada anggota keluarga untuk
mencari kesenangan di luar rumah dan clubbing merupakan satu pilihan untuk
mencari kesenangan tersebut.Adapun faktor lingkungan sosial merupakan faktor
sosial individu dalam kegiatannya sehari-hari. Individu yang memiliki sifat
tidak tetap pendiriannya akan mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan sosial,
di mana individu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Apabila lingkungan
sosial cenderunng dalam kehidupan clubbing, maka ada kemungkinan besar individu
tersebut juga masuk dalam lingkungan yang menyenangi gaya hidup clubbing.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi generasi muda
untuk melakukan clubbing adalah faktor intern dan ekstern.Faktor intern yang
berasal dari individu berhubungan dengan minat, motivasi, dan sikap (untuk
hidup funcy dan happy).Adapun faktor ekstern berasal dari lingkungan keluarga
dan lingkungan sosial (berhubungan dengan pergaulan individu).
DAFTAR PUSTAKA
Hall,S.1985.Development Processes in Early
education.London:Rount Ledge&Keggn Paul.
Nugraheni,P.N.A.2003. Perbedaan Kecenderungan gaya
Hidup Hedonis Pada Remaja Ditinjau dari Lokasi Tempat Tinggal. Skripsi (tidak
diterbitkan).
Perdana, D. 2004. Dugem:Ekspresi Cinta, Seks, dan
Jati diri.Yogyakarta :D iva Press
Piliang, Y.A.2005. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui
Batas-batas Kebudayaan. Yogyakarta : Jalasutra.
Plummer,R. 1983.Life Span Development
Psychology:Personality and Socialization.New York:Academic Press.
Sakinah.2002.Media Muslim Muda.Solo.Elfata.
Sarwono,S.W.1989.Psikologi Remaja.Jakarta:Raja Grafindo
Persada.
Subandy,Idi. 1997.Ecstasy Gaya Hidup.Bandung :
Penerbit Mizan
Susanto,A.B. 2001. Potret-Potret Gaya Hidup
Metropolis.Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Values and Lifestyles Program.1989.Descriptive
Materials for the VALS 2 Segmentation.Menlo Park, California: SRI International